Penelitan Kognitif Terhadap Manfaat Puzzle Jigsaw

Penelitan Kognitif Terhadap Manfaat Puzzle Jigsaw – Berdasarkan studi Fissler dkk, pada Institute of Psychology and Pedagogy, Clinical and Biological Psychology, Ulm University, Jerman, Jigsaw Puzzle ternyata bisa memperkaya pengalaman kognisi, atau Puzzle as Cognitive Enrichment (PACE), hal ini menandai arti penting efek pemecahan teka-teki jigsaw pada kognisi visuospatial global. Apalagi penelitian dilakukan pada orang dewasa usia 50 tahun ke atas di mana protokol studi untuk uji coba terkontrol secara acak, artinya lagi, penelitian ini tidak mengarahkan sesuatu, melainkan mencari kejelasan dari sesuatu. Hasilnya, Jigsaw Puzzle merupakan alat medis pemerkaya otak, yang bersembunyi sebagai permainan anak-anak.
Gangguan neurokognitif sendiri sudah sejak lama jadi tantangan sosial yang menarik perhatian para praktisi medis. Di mana kebutuhan untuk pencegahan dini semakin dicari. Meta-analisis para ahli sejauh ini menunjukkan efek menguntungkan dari aktivitas kognitif pada kognisi. Namun, ada biaya yang tinggi pada tes semacam ini, ditambah dengan rendahnya motivasi intrinsik tiap orang melatih otaknya, juga tantangan di mana orang zaman sekarang cenderung mengoperasikan perangkat digital, yang berlawanan dengan maksud pelatihan kognitif. Pendeknya, gawai membuat orang semakin pikun.
Solusinya, bagi mereka yang benar-benar niat. Adalah bermain jigsaw walau dengan berat hati dan perasaan terpaksa. Memecahkan teka-teki gambar yang merupakan aktivitas kognitif tanpa karakteristik, atau penilaian judgement seperti dalam media sosial, di mana orang terdorong cepat menyimpulkan dan merasa tahu segala hal. Orang yang memainkan jigsaw puzzle, berangkat dari rasa penasaran dan kekalutan bahwa mereka tidak akan mampu mengatasinya, lalu mereka mencoba perlahan-lahan menyusun dari keping ke keping, sehingga muncul fokus lebih baik. Sementara dengan gawainya, para penyintas sosial media cenderung membully liyan atau entitas diluar dirinya [penanda bahwa dia merasa tahu titik akhir atau final dari sesuatu], menyimpulkan dari sedikit informasi, atau tidak fokus, stress karena tidak mampu menampung sekian banyak informasi.
Dari hasil test Fissler, mencakup 100 orang dewasa yang secara kognitif sehat 50 tahun atau lebih, yang akan secara acak ditugaskan ke kelompok memainkna jigsaw atau lalu memasuki kelompok konseling kesehatan kognitif. Dalam periode intervensi 5 minggu, peserta dalam kelompok jigsaw diminta terlibat selama 30 hari menyelesaikan jigsaw untuk setidaknya 1 jam per hari, lalu menerima konseling kesehatan kognitif. Sementara lelompok kedua, akan menerima intervensi konseling yang sama tetapi tidak diminta memainkan teka-teki jigsaw.
Hasilnya, dari tes kognisi visuospasial global, telah tergambarkan peningkatan rata-rata skor kinerja standar dalam tes persepsi visuospatial, dan secara praksis meningktakan konstruksional, rotasi mental, kecepatan pemrosesan, fleksibilitas, memori kerja, penalaran, dan memori episodik. Sebagai hasil sekunder, mereka meningkatkan kognitif, fungsi sehari-hari objektif dan subyektif visuospatial, kesejahteraan psikologis, efikasi diri secara umum, dan daya kelola stres.

Intinya, memecahkan puzzle jigsaw adalah kegiatan rekreasi kognitif berbiaya rendah, yang secara intrinsik memotivasi, dapat dijalankan sendiri atau bersama orang lain dan tanpa perlu mengoperasikan perangkat digital. Dalam hal hasil yang positif, karakteristik ini memungkinkan implementasi yang mudah untuk memecahkan teka-teki jigsaw dalam praktik klinis sebagai cara untuk meningkatkan fungsi visuospatial. Menghilangkan gangguan kognitif, memunculkan kembali inisiatif dan kemandirian dalam fungsi sehari-hari. Bahkan mencegah depresi secara dini setidaknya depresi dapat ditunda dalam jangka panjang, artinya saat orang merasa kuldesak, dia pertama-tama mudah tenang, sehingga akan mengektrasi solusi, membuat hidupnya selalu sejahtera.
Leave a Reply